DARI PESANTREN

Kamis, 07 Oktober 2010

Derita Pencetak Gol Pembukaan Galatama

BEBERAPA hari lalu, tim nasional di bawah usia 21 tahun (U-21) berhadapan dengan pemain-pemain masa lalu PSSI. Tentu saja konsep yang mendasari pertandingan itu bukanlah semangat uji coba. PSSI old stars turun ke lapangan untuk mengumpulkan dana bagi rekan mereka yang kini terbaring sakit, Abdul Kadir. Dua ginjal bekas pemain kiri luar itu kini tak berfungsi.
Tahun 1970-an, ketika penggemar sepakbola di negeri ini belum digelontor informasi sepakbola global, mereka menempatkan pemain yang dibesarkan Persebaya itu di tempat terhormat. Kelompok lawak asal Bandung, Project-P, sampai menyebut nama pemain ini dalam salah satu bait lagunya. Sebab, kehebatan Abdul Kadir di lapangan hijau memang tak mudah dilupakan.
Sayap kiri nasional ini mulai memperkuat tim nasional pada 1965. Saat usianya belum genap 17 tahun, dia dipanggil PSSI untuk memperkuat tim yang diterjunkan ke Games of New Emerging Forces (Ganefo) 1965 di Pyongyang, Korea Utara.
Setelah itu, terus saja dia menjadi langganan tim nasional. Kiprahnya melahirkan julukan ”Si Kancil”, karena publik disuguhi kelincahan dan kecepatan larinya yang luar biasa.
Tur ke Eropa
Bersama timnas, dia pernah menjuarai berbagai kejuaraan, seperti Piala Emas Aga Khan, Merdeka Games, dan Jakarta Anniversary Cup. Dalam salah satu pertandingan persahabatan prestisius yang pernah dilakukan PSSI, dia turun dan mencetak gol. Lawannya ketika itu adalah Santos, Brasil, yang diperkuat pemain legendaris, Pele.
Pemain kelahiran Denpasar 27 Desember 1948 ini pernah pula dibawa mengikuti tur terpanjang yang pernah dilakukan PSSI, yaitu perjalanan ke Eropa pada 1974. Sebulan lebih, tim nasional melanglang buana ke berbagai negara Eropa. Mereka antara lain bertanding melawan tim nasional Denmark, yang ketika itu masih diperkuat Morten Olsen dan Alan Simonsen. Morten Olsen akhirnya menjadi pelatih timnas untuk Piala Dunia 2002, sedangkan Alan Simonsen beberapa tahun kemudian terpilih sebagai pemain terbaik Eropa.
Abdul Kadir pun akhirnya menjadi pelatih tim nasional, bersama dengan dua rekannya di tim nasional dulu, yaitu M Basri dan Iswadi Idris. Sebagai pelatih, prestasi terbaik yang pernah diukirnya adalah mengantarkan Krama Yudha Tiga Berlian menempati peringkat ketiga Kejuaraan Antarklub Asia 1986. Prestasi itu merupakan hasil tertinggi yang pernah dicapai klub Indonesia dalam kejuaraan antarklub resmi di level Asia.
Ketika masih sebagai pemain, dia beberapa kali mengalami dunia profesional. Pertama, ketika TD Pardede mengumpulkan semua pemain terbaik nasional dalam Padedetex jauh sebelum Galatama dibentuk. Saat itu klub yang didukung pabrik tekstil ini memproklamasikan diri sebagai klub profesional pertama di Indonesia.
Dari sinilah awal hubungan baik Abdul Kadir dengan TD Pardede. Hubungan itu menjadi begitu berarti belasan tahun kemudian, ketika Herry Kiswanto ”digantung” Pardedetex. Karena sesuatu hal, TD Pardede tak mau memberikan surat transfer kepada Herry Kiswanto, sekalipun tak ada lagi aktivitas di Pardedetex.
Galatama
Bertahun-tahun pemain asal Jawa Barat itu tak bisa bermain. Lalu Abdul Kadir yang sudah dianggap anak sendiri oleh ”Pak Katua” pun datang. Dan, hati wiraswastawan andal itu pun luluh. Jadilah Herry Kiswanto anak asuh Kadir di Yanita Utama, Bogor.
Si Kancil juga pernah merasakan nikmatnya liga sepakbola profesional Hong Kong, ketika bermain untuk Mackinnon Mackenzie. Ketika Indonesia mulai membina sepakbola lebih serius dengan mencangkan bergulirnya era semiprofesional pada 1979, dia bermain untuk Arseto yang ketika itu masih bermarkas di Jakarta. Dalam pertandingan pembukaan Galatama di Stadion Utama Senayan, Abdul Kadir mencetak salah satu gol lewat tendangan jarak jauh dari sekitar garis tengah lapangan. Gol itu membantu timnya mengalahkan Pardedetex 3-2.
Saat memperkuat tim nasional, dia pernah dituduh menerima suap dalam Merdeka Games di Kuala Lumpur. Dalam kejuaraan di Malaysia, Juli 1978 itu, Indonesia membuat debut bagus dengan memukul Suriah 1-0 dan Jepang 2-1.
Saat itu yang menjadi target man di depan adalah Timo Kapisa, pemain klub anggota Galatama Warna Agung yang sebelumnya memperkuat Persipura Jayapura. Dalam pertandingan-pertandingan selanjutnya, tim dengan kapten Roni Pasla itu dipecundangi lawan-lawannya. Muncul isu ada pemain yang kena suap.
Setelah mereka pulang ke Tanah Air, isu itu diselidiki PSSI habis-habisan. Nama Abdul Kadir diisukan sebagai salah satu dari tujuh pemain yang terkena.
Ternyata pria yang pintar menyanyi ini tak terbukti menerima suap, sedangkan lainnya harus menerima hukuman dari PSSI. Ronny Pasla yang menerima Rp 1,5 juta karena mengganggap uang itu sebagai tanda mata, terkena skorsing lima tahun oleh PSSI. Sedangkan Robby Binur, Timo Kapisa, Suaeb Rizal, Iswadi Idris dan Oyong Liza dihukum percobaan.
Peristiwa-peristiwa besar dan mendebarkan telah dialaminya selama berkiprah dalam blantika sepakbola negeri ini. Kini, dia terbaring lemah karena gagal ginjal. Dia mesti menjalani cuci darah dua kali seminggu di RSCM, Jakarta.
Namun, gambaran kesehatannya bakal pulih mulai terbayang karena pertandingan persahabatan Minggu lalu menarik simpati sejumlah pihak. Ada lima orang yang siap mencangkokkan ginjalnya. Bahkan suami Presiden Megawati, Taufik Kiemas, menyatakan kesiapannya untuk memberikan dana bagi operasi cangkok ginjal itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar